Ada pelajaran penting dari kegiatan Indonesian Young Leaders Exchange di Australia Agustus lalu. Yang membuat saya kagum bagaimana kebijakan kesehatan yang diterapkan oleh Negeri Kanguru tersebut.
Sebagai pengetahuan, biaya kesehatan masyarakat akan ditanggung negara. Kalaupun ada biaya pada kondisi tertentu, maka nilainya murah. Sumber dananya adalah pajak yang ditunaikan oleh setiap warga. (Baca juga: Refleksi Hari Pancasila, Sila Kelima Belum Terwujud)
Oleh sebab itu edukasi kesehatan sangat gencar dilakukan kepada seluruh lapisan masyarakat. Salah satu caranya adalah edukasi tentang rokok. Pemerintah sadar, rokok menjadi sumber penyakit yang bisa berakibat fatal.
Dimana-mana ada larangan merokok, seperti di tempat kerja, restoran. Bahkan bisa dikatakan kaum perokok dipersulit. Jika ada tempat bermain, maka dalam radius 10 meter tidak diperbolehkan untuk merokok. Apalagi di ruangan tertutup, haram merokok.
Cara lain adalah harga rokok yang sangat mahal. Sebungkus tembakau produk British American Tobacco (Indonesia) bisa mencapai Rp 350 ribu per bungkus. Rokok buatan Indonesia bisa sampai Rp 500-700 ribu sebungkus.
Sebagai perbandingan, di Indonesia per 1 Januari 2022, cukai rokok sudah naik 12 persen. Tapi harga rokoknya masih belum seberapa mahal. Rokok Dji Sam Soe, jagoannya HM Sampoerna saja hanya Rp 20.000 per bungkus.
Di sini kita memahami bahwa untuk mencapai masyarakat yang sehat, tidak hanya sebatas edukasi. Pemerintah juga bisa mengambil sikap. Dengan harga rokok yang sangat mahal, akan menghambat konsumsi rokok yang sangat masif. (Baca juga: Diana Munculkan Gagasan Pembentukan Forum Kesehatan Masyarakat)
Dari situs who.int, didapatkan data bahwa setiap tahun ada sekitar 225.700 orang yang meninggal akibat merokok atau penyakit lain yang berkaitan dengan tembakau. Bandingkan dengan kematian akibat covid-19 per Maret 2022 yang mencapai 152.745 jiwa (katadata.co.id). (Baca tulisan sebelumnya, cerita oleh-oleh Indonesian Young Leaders Exchange)
Tinggalkan Komentar