Diana Sasa menyatakan dukungan wacana Inggit Garnasih diusulkan jadi Pahlawan Nasional. Inggit Garnasih merupakan wanita pertama yang dinikahi Ir. Soekarno
Februari 2023 lalu, Diana mengajak suami dan dua anak balitanya mengenang 17 Februari tanggal kelahiran Inggit dengan berziarah ke makamnya di Bandung. Tidak sekadar mengenang jasanya, tapi juga menjadi napak tilas perjuangan Inggit Garnasih mendampingi Bung Karno.
“Saya ingin kelak anak-anak saya mengenal Inggit Ganarsih agar mereka bisa belajar menghargai pengorbanan orang-orang yang ada di balik layar kesusksesan seseorang,” kata Diana kepada beritajatim.com.
Inggit Ganarsih, mungkin generasi zaman sekarang asing dengan nama ini lantaran memang tak disebut dalam buku pelajaran sejarah. Perempuan kelahiran Bandung, 17 Februari 1888 ini adalah istri pertama Presiden Pertama Indonesia itu.
Perempuan inilah yang mendukung perjuangan Bung Karno sejak muda, mulai dari membiayai kuliahnya hingga aktivitas politiknya. Bu Inggit wafat pada 13 April 1984 di usia 96 tahun.
Inggit Garnasih merupakan sosok yang tak bisa dilepaskan dari perjalanan sejarah bangsa ini. Kehadirannya di sisi Bung Karno tidak hanya menjadi pendamping hidup namun juga berperan besar bagi perkembangan pribadi Bung Karno. (Baca juga: Meriahkan Juni, Bulan Pancasila)
Tak pelak, atas jasanya menemani Bung Karno menyelesaikan pendidikan, ikut mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI), turut serta dalam pendirian Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (1928), hingga rela ikut Bung Karno saat diasingkan ke Ende dan Bengkulu.
Inggit Garnasih diusulkan untuk menjadi pahlawan nasional. Sudah dua kali Inggit Garnasih diusulkan untuk menjadi pahlawan Nasional. Yaitu tahun 2008 dan tahun 2012. Namun karena kekurangan persyaratan akhirnya ditunda. Tahun ini, pemprov Jawa Barat mengusulkan kembali gelar pahlawan nasional bagi Inggit.
“Ikhtiar untuk menghargai jasa-jasa Ibu Inggit sebagai pahlawan nasional perlu dukungan semua pihak. Ibu Inggit memainkan peran besar terhadap kematangan pribadi Bung Karno di masa menyelesaikan pendidikan, dan merintis kemerdekaan. Ia juga yang mensuplai secara klandestin buku dan koran bacaan Bung Karno selama ditahan di penjara Banceuy, Bandung. Dari situ kemudian lahir pledoi yang dikenal dengan Indonesia Menggugat," papar Diana.
Menurut Sasa, Inggit Garnasih mungkin tidak secara langsung memberikan sumbangsih pemikiran dan teori untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, kasih sayangnya mampu menempa Bung Karno menjadi pemimpin yang disegani, baik kawan maupun lawan.
“Kasih sayang dan kesetiaan Ibu Inggit pada Bung Karno, di tengah cobaan dan derita perjuangan, benar-benar menjadi bakti yang tak bisa diabaikan. Saya kira Ibu Inggitlah yang mampu memberi semangat Bung Karno untuk mewujudkan cita-citanya, Indonesia Merdeka,” katanya.
Pemilik perpustakaan Dbuku Magetan itu menegaskan, bahwa dukungannya pada penyematan pahlawan nasional pada diri Inggit Garnasih juga sebagai afirmasi terhadap peran perempuan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
“Dukungan terhadap gelar pahlawan nasional pada Ibu Inggit juga menjadi satu sikap saya untuk mengenang, menghargai, dan menghormati jasa kaum perempuan dalam perjuangan kemerdekaan bangsa ini,” terangnya.
Kaum perempuan, sebut saja Cut Nyak Dien, Laksamana Malahayati, Raden Dewi Sartika, Raden Ajeng Kartini, Inggit Garnasih, Fatmawati, dan lainnya, telah memberikan inspirasi untuk menjadi satu sayap dari sepasang sayap burung.
“Para pahlawan perempuan itu harus kita kenang. Harus jadi inspirasi kita semua, bahwa laki-laki dan perempuan adalah sepasang dari sang burung. Jika salah satunya patah, maka sang burung tidak akan bisa terbang,” pungkasnya.
Baca juga: Semarak Haul Gubernur Suryo, Sang Putra Asli Magetan
Tinggalkan Komentar