•   Minggu, 27 Oktober 2024
Gagasan
( kata)
Ide Saya di Buku Pertama
Advertisements

Para Penggila Buku: Seratus Catatan di Balik Buku (PPB) demikian judul buku pertamaku. Kutulis bersama sahabat yang juga guru menulisku: Muhidin M Dahlan.

Dari seratus catatan itu, separuh lebih adalah hasil olah dayaku. Kami lempar buku setebal 667 halaman itu ke pangkuan pembaca pada 20 Mei 2009.

Dengan ilustrasi sampul berupa tumpukan buku-buku tebal, anak ruhaniku ini merangkum segala renik dunia perbukuan; buku, tokoh, perpustakaan, komunitas, kisah, evolusi, hingga film.

Ibarat tangga, Para Penggila Buku adalah pijakan pertamaku untuk melangkah ke dunia kepenulisan. Dengan sampul putih yang mencorong bila tertimpa cahaya, ia sejatinya menyimpan narasi imajinatif tentang proses kreatif dan visi kepenulisanku. Sebuah perjalanan nan riuh  namun kujalani dengan hikmat kesunyian.

Sebagian besar dari catatan di Para Penggila Buku kuselesaikan di tengah gaduhnya karnaval politik pemilihan umum legislatif tahun 2009. Luasnya medan pertarungan di lima kabupaten area Mataraman (Pacitan, Trenggalek, Ponorogo, Magetan, dan Ngawi) demikian menguras daya tahan tubuh.

Di antara beratnya medan pegunungan dan pantai  yang kulalui, menulis catatan kemudian menjadi katarsis kejumudan pikir. Hiruk pikuk peperangan antara idealisme dan uang di dalam perebutan kursi wakil rakyat di dewan provinsi sungguh membuatku seperti berada dalam pusaran.

Di tengah situasi demikian itu, muncul nada-nada pemberontakan, orasi yang lantang, atau langgam kebangsaan dalam narasiku. Menulis, bagiku, tak bisa jauh dari apa yang kualami dalam laku keseharian.

Aku mewajibkan diri untuk membaca setidaknya 26 halaman setiap hari. Atau minimal dua artikel. Jika tak sanggup, maka aku menonton satu film tentang buku sebagai penghiburan sekaligus memberi asupan otak.

Tak ayal, di  dalam bagasi mobilku bukan hanya berisi alat peraga kampanye, tapi juga onggokan buku-buku yang kubawa serta berkeliling dari desa ke desa. Ketika subuh datang, itu lah saatnya menyegarkan pikiran dan batin dengan menulis. (Baca juga: Relakan Rumahnya Jadi Perpustakaan)

Narasi tentang gemuruh ombak, kicau burung pegunungan, atau sunyinya malam berkabut adalah jejak kesaksian mata dan batinku di tempat kuselesaikannya sebuah tulisan. Inspirasi, bagiku, bukan datang dari mimpi, tapi kepekaan merasai keadaan sekitar.

Terseok-seok menyelesaikan satu demi satu catatan soal menyoal buku dan selingkupannya itu, membuatku tersadar bahwa menjadi penulis bermodal bakat saja tak cukup. Butuh disiplin dan ketekunan yang tak boleh putus.

Sebagaimana profesi lain, menulis butuh dedikasi penuh. Aku ingin menulis buku yang gagah dan tak mudah tumbang. Meski tak dikenal luas, namun aku ingin bukuku berumur panjang, tak mudah dilupakan pembaca.

Maka kemudian himpunan catatan itu dibuat tebal, dikemas dengan sampul keras, supaya ia kukuh ketika berdiri, tak mudah goyah. Meski tak dijual di toko buku umum, dan dibanderol dengan harga yang tak murah, hingga 14 tahun berjalan kini, Para Penggila Buku masih ada yang memesan.

Pada mereka para penggila buku, kutitipkan anak ruhani itu sebagai barang yang layak dikoleksi. Buku -bagiku- tak semata lembaran teks tapi adalah pula sebuah karya seni. (Baca juga: Suka Menulis Sejak SD dan Raih Juara)

Para Penggila Buku menjadi karya yang di kemudian hari membukakan banyak pintu kesempatan bagiku. Seperti mendapat tiket masuk, aku kerap diminta berbicara di beberapa forum buku.

Kehadiranku sebagai penulis seakan mendapat penisbahan. Perpustakaan pribadi yang kubuka untuk umum sejak sebelum menjadi penulis pun semakin mendapat tempat di kalangan pecinta buku. Menulis -bagiku- adalah kunci ajaib yang membuka banyak pintu lain. Termasuk salah satunya pintu di dunia politik.

Dua tahun pasca Para Penggila Buku terbit, partai merah tempatku bernaung memanggil untuk ikut bergabung mengurus sebuah biro propaganda. Aku didapuk menjadi penjaga gawang Ruang Budaya di laman portal berita partai. (Baca juga: Belajar Politik di Belanda)

Teringat bagaimana Soekarno, Aidit, Njoto, Syahrir, dan kawan-kawannya dulu demikian ganas menggunakan tulisan untuk propaganda partai, aku menyambut tawaran itu dengan suka cita. Demikian kemudian tahun demi tahun berlalu kuhabiskan dengan seni merangkai tulisan dan seni berpolitik.

Akhir 2013, partai mengirimku ke lereng Gunung Lawu. Tugasku meliput pertarungan pemilihan kepala daerah di Kabupaten Magetan. Sebuah wilayah di ceruk pegunungan yang lebih dikenal karena adanya Danau Sarangan  daripada nama daerahnya. (Baca juga: Oleh-oleh Cerita Dari Pertukaran Young Leaders di Australia 2022)

Empat bulan kujalani tugas itu dengan takzim. Saking luasnya wilayah, terkadang aku harus menempuh jarak berkilometer hanya untuk mengejar satu berita.

Menunggang kuda besi, kutenteng ransel berisi kamera dan komputer jinjing. Menembus pekatnya kabut dan curamnya jurang di jalan yang berliku tajam. Penat lelah selalu terbayar lunas ketika jariku selesai mengetik berita dan mengirimkannya pada redaksi. Menulis -bagiku- adalah dedikasi tanpa kompromi.

Usai dari Magetan, hanya berselang istirahat sehari, kembali aku ditugaskan meliput pemilihan kepada daerah. Kali ini ke arah timur, tepatnya di Malang. Dua purnama lamanya kujalani tugas di bumi Ken Arok itu.

Dalam situasi ini, aku dituntut untuk cepat beradaptasi dengan situasi politik. Meski hanya menulis berita, tapi aku harus paham peta politiknya. Maka aku mencari informasi sebanyak-banyaknya dari internet maupun dari orang per orang supaya cepat mengetahui posisi masing-masing kandidat.

Dengan demikian maka aku paham dimana bisa memainkan isu dalam tulisanku. Menulis bagiku, kemudian-sebagaimana juga politik- adalah seni memainkan kesempatan. (Baca juga: Pengalaman Jadi Caleg Yang Nyaris Putus Asa)

Tinggalkan Komentar

Artikel lainnya...

Kecam Aksi Perusakan Alat Peraga Kampanye
Kecam Aksi Perusakan Alat Peraga Kampanye

Pesta demokrasi Pemilu 2024, sangat terlihat ketika…

Sosialisasikan Program KTP SAKTI Ganjar Mahfud, Diana Bagikan Telur
Sosialisasikan Program KTP SAKTI Ganjar Mahfud, Diana Bagikan Telur

Diana Amaliyah Verawatiningsih melakukan kampanye yang sangat…

HUT PDI Perjuangan 2024, Diana Yakin Menang
HUT PDI Perjuangan 2024, Diana Yakin Menang

HUT ke-51 PDI Perjuangan 10 Januari 2024…